Agar Tidak Dihinakan Allah
AGAR TIDAK DIHINAKAN ALLAH
Allah berfirman,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسْجُدُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلْجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ ٱلْعَذَابُ ۗ وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكْرِمٍ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud siapa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar manusia? Dan banyak di antara manusia (yang lain) yang telah ditetapkan azab atasnya. *Barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya.* Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” [Al Hajj/22: 18]
Setiap muslim berharap agar Allah memuliakannya dan tidak menghinakannya.
Tanda orang yang dimuliakan Allah jika ia bertauhid, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Begitu pula Allah memuliakan orang yang shalat, sujud, tunduk dan patuh kepadaNya.
Di antara tanda orang yang dihinakan oleh Allah jika ia berbuat syirik, menyekutukan Allah. Termasuk orang yang tidak shalat atau shalat tapi masih bolong-bolong dalam hal shalat lima waktu, dia itu tergolong orang yang dihinakan Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kehinaan.
Dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menawarkan salah seorang sahabat ingin apa? Sahabat tersebut meminta agar dapat menemani Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di Jannah (Surga). Beliau bertanya lagi adakah permintaan lainnya. Sahabat itu menjawab tidak ada, hanya itu saja. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bantulah aku dengan memperbanyak sujud!”
Artinya dengan memperbanyak shalat sunnah. Apabila kita dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunnah, tentu shalat fardhu yang lima waktu sebagai modal utama tidak boleh dilalaikan.
Penyebab seorang dihinakan Allah adalah ketika seorang meremehkan dosa dan tidak mengagungkan Allah.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan.
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.” [HR. Bukhari]
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengatakan,
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ
“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan (dosa) di hadapan mata kalian tipis seperti rambut, namun kami (para sahabat) yang hidup di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menganggap dosa semacam itu seperti dosa besar yang membinasakan.” [HR. Bukhari]
Ketika seorang meremehkan dosa dan terus menerus berbuat dosa, Allah timpakan kehinaan kepadanya.
Prof. Dr. Umar Al Muqbil dalam ceramahnya menyebutkan bahwa setiap kita pasti berbuat dosa dan maksiat. Sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat. Adapun orang yang terus menerus berdosa dan tidak bertaubat kepada Allah maka dialah yang dihinakan oleh Allah.
Imam Abdullah Ibnul Mubarak (wafat 181 H) rahimahullah berkata,
رَأَيْتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوبَ
وَقَدْ يُورِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
“Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati,
dan kecanduan dosa itu mewariskan kehinaan.”
Timbangan kemuliaan seseorang bukan diukur dengan kekayaan harta, jabatan atau pangkat tetapi dengan sebab iman, amal shalih dan ketakwaan. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.
Janganlah kita tertipu dengan ahli maksiat yang nampak secara lahiriah dihormati dan dimuliakan oleh banyak manusia. Mereka memuliakan ahli maksiat karena ada kepentingan duniawi atau karena takut akan kerugian duniawi pula. Banyak dari mereka yang mengutuk dalam hati atau mendoakan keburukan kepada orang-orang yang mereka muliakan. Mereka tidak tulus dalam memuliakan. Ketika orang-orang yang dimuliakan itu lengser atau bangkrut atau sudah pensiun maka banyak dari mereka dihinakan oleh orang-orang terdekatnya.
Imam Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) rahimahullah berkata dalam kitabnya “Shaidul Khathir”,
“وقد يهان الشيخ في كبره حتى ترحمه القلوب، ولا يدري أن ذلك لإهماله حق الله تعالى في شبابه.. فمتى رأيت معاقباً فاعلم أنه لذنوب“.
Boleh jadi seseorang dihinakan di masa tuanya sampai orang-orang merasa kasihan kepadanya, orang tua itu tidak menyadari bahwa hal itu akibat kelalaiannya di masa muda terhadap hak Allah Ta’ala. Ketika anda sedang menerima hukuman (musibah), ketahuilah bahwa hal tersebut disebabkan dosa dan maksiat!”
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan musibah kami karena murkaMu dan azabMu, tapi karena rahmatMu dan teguranMu kepada kami agar kami kembali dan bertaubat kepadaMu, aamiin.
Saya pernah mendengar ceramah dari seorang Syaikh dari Madinah, beliau berkata:
“Tanda penghinaan Allah kepada hambaNya jika ia tidak mendapatkan taufik dariNya dan terhalang dari ketaatan. Tanda orang yang dimuliakan Allah jika ia mendapatkan taufik Nya dan kemudahan untuk melakukan berbagai amal ketaatan.”
Ustadz Muhanna dalam ceramahnya mengatakan:
“Orang yang dihinakan Allah adalah ahli maksiat. Dampak buruk dari maksiat dan dosa anda menyebabkan manusia meremehkanmu, mereka tidak perhatian jika anda sedih, tidak memberikan selamat jika anda gembira, tidak merasa kehilanganmu jika anda berpisah dengan mereka bahkan mereka merasa sempit dan tidak suka jika melihatmu. Jika anda telah wafat, mereka melupakanmu dan tidak mendoakanmu.”
Janganlah kita menyombongkan diri dan menolak kebenaran yang datang kepada kita. Ketika kita menjumpai orang-orang mengajak manusia agar mentauhidkan Allah, mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan meninggalkan adat istiadat yang bertentangan dengan syariat, secara lahiriah mereka mungkin sebagai orang-orang miskin, tidak berpangkat, berpakaian sederhana. Mereka banyak dimusuhi manusia, mereka dihina, diejek, diboikot atau diusir oleh sebagian masyarakat. Bahkan di antara risiko pejuang kebenaran adalah dipenjara dan dibunuh. Seperti Ashaabul Ukhdud, mereka dilemparkan ke parit dan dibakar, mereka mendapatkan kemenangan yang besar, mereka adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah dan di mata orang-orang yang beriman.
Janganlah kita membenci dan memusuhi para pejuang kebenaran atau memprovokasi masyarakat agar menyakiti mereka. Takutlah dengan pembalasan Allah! Jika mereka bersalah, tegurlah dengan cara baik-baik. Jika mereka menyakiti kita, balaslah dengan yang lebih baik. Kita semua masih terus berproses yang in sya Allah ke arah yang lebih baik.
Bagi mereka yang sedang melakukan ketaatan tapi ditentang oleh sebagian masyarakat, janganlah bersedih! Kuatkanlah kesabaran dan jangan mengikuti arus yang salah meskipun itu menggiurkan dan memikatmu. Kemuliaan adalah dengan istiqamah di jalan kebenaran. Kuatkan iman, dalami ilmu, perbaiki akhlak kita, perbaiki cara kita dalam bermuamalah, perbanyak istighfar dan ibadah, bersungguh sungguhlah dalam amal dakwah dan pendidikan, eratkan persaudaraan dan percintaan di jalan Allah, giatkan saling menasihati dengan penuh kasih sayang. Luruskan niat karena Allah dan utamakanlah akhirat dari dunia.
Ketika kita mendapatkan perlakuan dari sebagian orang yang terkesan mereka merendahkan dan menghinakan kita, janganlah berperasangka buruk kepada mereka. Bersihkan hati kita, janganlah punya sifat minder, jangan memendam dendam, hendaknya selalu bersangka baik, selalu memaklumi dan memaafkan kesalahan orang lain. Bersikaplah ksatria dan tidak gengsi untuk meminta maaf meskipun kita tidak bersalah, apalagi jika kita bersalah sedikit atau banyak.
Mari kita bersinergi dan saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Hendaknya kita saling menguatkan bukan saling menjegal. Tak lupa untuk saling mendoakan di waktu-waktu dan tempat mustajab. Kemuliaan untuk umat Islam di ambang pintu, in sya Allah.
Allah berfirman,
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ ٱلْأَعَزُّ مِنْهَا ٱلْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang mulia akan mengusir orang-orang yang hina dari padanya”. Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” [Al-Munafiqun/63: 8]
وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kalian merasa terhina, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman.” [Ali Imran/3: 139]
Semoga Allah memuliakan kami dan tidak menghinakan kami.
Semoga Allah memberikan taufik Nya kepada kami untuk meningkatkan kwalitas iman, membersihkan hati, menambah ilmu, memperbanyak amal shalih dan mengampuni dosa-dosa kami.
سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين
Cirebon, 29 Dzulhijjah 1441 H / 19 Agustus 2020 M
Fariq Gasim Anuz
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2612-agar-tidak-dihinakan-allah.html